Menikah adalah hal yang didamba-dambakan para jomblowan dan jomblowati serta pasangan-pasangan ilegal (red:berpacaran). Dengan menikah, ke-uwu-an yang tadinya terlihat alay akan berubah romantis. Orang-orangpun akan berhenti memberikan pertanyaan level berat sekelas kapan wisuda dan kapan menikah yang kamu sendiri bahkan tak tahu jawabnya karena jawabnya ada di ujung langit.
Aku sendiri sejak usia 25 tahun sudah berpikir untuk menikah, membuat target paling lambat 27 tahun di bulan agustus sudah berumah tangga sendiri. Tapi berpikir saja tidak cukup jika tak ada kemauan. Beberapa kali do'i menyinggung tentang pernikahan, hanya saja kupikir waktu itu aku masih terikat dengan hal-hal dan belum siap untuk urusan seperti itu.
Hingga suatu hari di akhir maret kemarin, aku merasakan kekosongan. Tak ada tujuan dan ambisi. Mulai malas-malasan. Seringkali galau. Sepertinya kurang refreshing, tapi gak bisa refreshing juga, musim covid gitu...
Kemudian seminggu yang lalu 16 mei, do'i tetiba membahasnya (pernikahan) denganku. Niatnya kusampaikan kepada keluargaku. Tak berlama-lama, tanggal 19 Mei iapun kuundang ke rumah dengan dalih buka puasa bersama untuk mendapatkan kisi-kisi, dan tanggal 22 Mei keluarganya datang secara resmi ke rumah. Ditetapkanlah nominal panaik, mahar, dan lain-lain hingga tanggal akad nikah yang direncanakan 5 Juni 2020 mendatang.
Alhamdulilah hingga saat ini jalan kita semulus itu saja... Kupikir akan ada kerempongan yang haqiqi karena adat pernikahan Bugis Makassar ya tau sendirilah... Kadang memberatkan. Do'i dalam kondisi belum mapan loh saat ini. Uang ada, tapi uang panaik yang ia kumpulkan belum memenuhi ekspektasi orang tua dan keluargaku, disinilah peranku menjadi penting. Sejak ia menyampaikan maksudnya, aku tak henti membujuk Ibu Bapak untuk mempermudah jalannya. Aku sampai mengalami drama anak - orang tua yang lebai, hingga dipimpong-pimpong kayak mengurus administrasi skripsi. Syukurlah berakhir baik.
Jadi gaes kalian yang berniat meminang gadis suku Bugis Makassar jangan pesimis,, banyak kok dari kita berpikir gak perlu uang panaik yang tinggi, yang penting nilainya gak memalukan aja. Yang masuk akal lah jadi bisa di toleransi gitu... Ahhahaa yah sampai seterbuka ini ceritanya.
Hal selanjutnya yang kulakukan adalah membuat ceklis sekaligus
timeline 13 hari persiapan pernikahan. Disamping itu aku mencari-cari info mengenai proses akad nikah di situasi covid ini. Dan ternyata saat menghubungi Pak Imam, akad nikah bisa dilakukan, tapi resepsi tidak boleh. Tak boleh ada genderang maupun sesuatu yang bisa memancing keramaian. Duh bingung akutuh jadinya.
Dikonfirmasi kembali ke babinsa Taeng. Jawabnya sama, gak bisa sekali.
Aku memikirkan kembali rencana pernikahanku. Apakah aku akad saja dahulu, pernikahannya nanti saat suasana cukup kondusif, atau tetap melanjutkan seperti rencana awal, resepsi kecil dengan undangan keluarga dan tetangga terdekat. Aku akan memikirkannya setelah lebaran nanti~