Sabtu, 08 Agustus 2020

Lebaran Pertama Bareng Husband di Sinjai Tengah

Halo. Blog. Ada yang ingin kukatakan sejak tiga hari lalu. Apakah itu? Cuma mau bilang "AKHIRNYA AKU PULANG KAMPUNG" hhehehee...

Tau kan, lahir di Gowa, tinggal di Gowa, besar di Gowa, mau pulang kampung tapi tinggalnya di kampung. Siapa yang senasib sama aku hayo? hhehee.

Jadi gini, habis nikah awal juni kemarin, aku tuh emang belum sempat ke rumah suami di kampung. Isu covid masih panas gais. Aku udah 4x merencanakan sama kasih buat kesana tapi tertunda terus, karena kesehatan menurun, pembatasan zona merah covid, waktu yang mepet dan terakhir itu karena aku ada banyak kerjaan di ruko, cenderung malas sih. Dan kamipun memutuskan pergi menjelang lebaran haji nanti. Jadi kami bisa menghabiskan lebih banyak waktu disana. Tiga hari sebelum lebaran, mertua dan iparku sengaja turun ke Makassar untuk bertemu denganku dan orang tuaku. Jadi pulang kampungnya nanti bareng. 

Mesjid Agung Syech Yusuf Sungguminasa, Ahdan & Kak Arna

Mesjid Syech Yusuf Gowa masih memberlakukan pembatasan, antara lain wajib penggunaan masker, jarak antara jemaah dibatasi per satu meter, dan toilet jemaah wanita ditutup. Mesjid2 lainpun banyak memberlakukan hal seperti ini.


Senyum dulu Kak... Waktu-waktu seperti ini membuatku rindu dengan Kak Utti :')

Hola anak kecil, siap-siap pulang kampung :v

Sesuai rencana, kami berangkat sore tanggal 29 Juli ke Sinjai lewat Jalan Malino. Melewati perbatasan Malino - Sinjai Barat kamipun tiba di Sinjai Tengah, rumah husband pukul 8 malam. Ini pertama kalinya aku ke Sinjai. Udara sejuk pegunungan merambati kulitku. Masih dengan blus kuning yang kugunakan ke kantor pagi tadi, aku turun pelan-pelan dari mobil, sedikit malu namun bersiap untuk segala pengalaman dengan keluarga baruku.

Membangun keluarga dan menjadi bagian dari keluarga itu beda ternyata. Membangun keluarga adalah saat kamu memulai segalanya hanya berdua dengan pasanganmu. Seperti merancang AD ART untuk keluargamu dan generasimu sebagai tradisi karena kalian adalah dua orang yang berbeda. Kalau kamu dan partner bersikap terbuka, praktis, global dan milenial, kebanyakan tradisi dari masing-masing keluarga akan dipangkas sepraktis mungkin.

Saat menjadi bagian dari keluarga, kita mungkin akan melakukan dan menemukan hal-hal baru yang lumayan berbeda, misal, kalau biasanya kamu berkunjung ke rumah keluarga, disuguhi kue itu hal yang biasa, tapi disana kita akan disuguhi makanan, dipotongkan ayam dan wajib hukumnya untuk makan. Bayangkan kalau kamu mengunjungi 20 rumah dalam sehari? Gais aku waktu lebaran pertama pagi harinya cuma mengunjungi 11 rumah dan kekenyanganku tiada tara. 4 diantaranya aku gak makan.

Selain itu, kamu akan diminta untuk menginap di rumah2 keluarga itu. Aku gak tau maksudnya apa, tapi mereka bilang supaya aku bisa mengakrabkan diri lagi. Dan memang mereka semua seramah itu. Katanya hampir semua warga disana adalah keluarga, bukan keluarga jauh juga karena rata-rata orang tua disana menikah dengan sesama keluarga sendiri. Kak Arna pernah cerita kalau mertua perempuanku cukup konservatif, ia tak sembarang menerima pasangan untuk anak-anaknya. Cenderung menerima pasangan dari orang yang telah dikenal/keluarga. Akupun akhirnya tahu kalau Kak Arna menikah dengan sepupu satu kalinya. Aku sedikit was-was tapi juga sedih mengingat ini. Bagaimana seandainya mertua perempuanku masih hidup? Apakah aku tetap akan di restui? tapi mertua wanitaku sudah tak ada. Padahal pengen banget akutuh belajar masak-masak dari mertua.

Yang paling sulit bagiku adalah bahasa. Silsilah keluarga juga cukup menantang tapi aku masih bisa belajar dan kebetulan aku suka dengan silsilah. Padahal silsilah keluarga sendiri gak terlalu tau wkwkwkk. Bahasa bugis benar-benar baru bagiku. Seperti pertama kali memulai belajar bahasa Inggris. Tanpa petunjuk apapun. Hanya kata-kata mirip bahasa Makassar atau Indonesia yang biasa kuandalkan. Syukurlah keluarga di Sinjai gak tradisional banget. Kebanyakan tau Bahasa Indonesia. Bahkan rumah-rumahnya cantik, luas-luas dan rumah batu kok. Nggak seperti pikiran orang-orang kalau rumah kampung itu rumah kayu bertingkat. Nggak gaes, rumah-rumah disini cukup mewah. Mungkin karena keluarga suami keturunan bangsawan kali ya? Apalah aku yang buta derajat ~

Akhirnya lebaran sama-sama :*
Bulu Lanceng, ketinggian 400mdpl, 500m dari rumah.
Greenland

Terlepas dari pengalaman bersama keluarga baruku, aku mau mempromosikan sebuah destinasi wisata dekat rumah di Sinjai Tengah. Namanya Wisata Bulu Lanceng. Diambil dari kata bulu yang artinya gunung dan lanceng berarti monyet. Katanya sih disana banyak monyet. Tapi selama ini aku belum liat monyetnya hhehee.

Bulu Lanceng dibangun sejak akhir 2019 dan awal 2020 mulai dibuka. Tempat ini menawarkan keindahan landscape dan panorama pegunungan. Udara yang sejuk, tanah yang hijau, hamparan sawah, pepohonan dan gunung bisa kamu lihat dari tempat ini. Belum lagi keramahan warganya. Terdapat fasilitas berupa anjungan, tempat selfie, flying fox, sepeda gantung, toilet, tempat sampah, tempat parkir, loket masuk, hingga cafe dan warung makan (beberapa proses pengembangan). Intinya sih, tempat ini wajib kamu datangi wahai traveler destinasi wisata alam.

Kurang lebih 6 hari kuhabiskan disana mengenal keluarga suami plus liburan. Ada sesuatu didalam hatiku yang terasa begitu membahagiakan. Pengakuan, kekeluargaan, penerimaan dan rasa prioritas. Oke blog. Sampai jumpa post selanjutnya ^_^


0 komentar:

Posting Komentar