Kamis, 26 Desember 2019

26 12 19

Aku udah nulis beberapa paragraf buat cerita seperti janji pada postingan sebelumnya, tapi stop dulu ya Blog. Bingung mau cerita gimana lagi. Mari istirahat sejenak.
Hari ini aku libur karena tanggal merah dan menjalani hari yang santuy. Well gak sesantai itu juga sih... Aku menghabiskan waktu di kebun depan tanggul dari pagi sampai siang beberes lahan melakukan hobi baruku. Bercocok tanam. Sama Bapak sih. Akhir-akhir ini rasanya stress. Dan back to nature membuat perasaanku membaik. Kamu juga harus coba menghilangkan stres dengan memelihara dan merawat tanaman. Yakin kepenatan dan stres jadi berkurang.
Di kebun aku menemukan banyak sekali sumber daya. Ada pohon kelor, kunyit, temu kunci, talas, coklat, pisang dan lain-lain. Semua tumbuh tak terarah. Akupun gemas dan merasakan panggilan alam. Tanaman cabe dan kacang panjangku udah tumbuh hampir setengah meter, sementara aku bersihin lahan buat tanam jagung. Udah ditanam sih. Tanganku jadi kasar dan betisku pegal sejak hari minggu. Mungkin kebanyakan jongkok berdiri buat cabut-cabut si rumput liar.
Anak-anakku, berbahagialah tumbuh dan hidup panjang :*
Keesokan harinya, aku masuk kerja tapi tidak fokus. Syalalaa. Aku punya sebiji jerawat di dahi, dekat rambut. Ini sangat mengganggu karena tiap tersentuh seolah aku membuat kepalaku sakit. Ini jerawat atau bisul?
Hari itu juga sempat bantu-bantu proses opening warkopnya si do'i. Aku bertemu dengan seluruh keluarga intinya. Anehnya aku tak merasa deg-degan. Bertahun-tahun pacaran dan kali pertama bertemu keluarganya. Disaat aku merasa inilah akhirnya. Konyol kan? Apakah kuteruskan atau kuhentikan? Sejujurnya blog, aku sedih karena aku merasa beberapa waktu ini aku yang terus mendatanginya. Seperti tak punya harga diri. Karena itu saat ia berusaha membicarakan masa depan, aku tak begitu positif merespon. Aku memintanya melakukan sesuatu yang membuatku senang, sesuatu yang bisa mencuri hatiku. Lihatlah, sejak permintaan ini kukatakan, tak ada apapun yang dilakukannya. Ia fokus melakukan hal lainnya. Ia hanya fokus pada tujuannya. Tidak mempertimbangkanku dan tidak mendengarkanku, begitulah ia.
Akhirnya aku membuat skenario perpisahan ini, aku akan menemaninya saat terpuruk, saat berjuang, dan ketika ia sudah hidup dengan baik, aku akan pergi. Tamat. 
Kenapa rencanaku sangat jelas kutuliskan? Karena ia tak membacaku! Lalu bagaimana dengan orang lain yang membacaku? Aku gak peduli. Titik.

0 komentar:

Posting Komentar