Kamis, 03 Oktober 2019

That Story

Saat ini aku punya mood menulis.

Karena aku merasakan flashback ke masa lalu yang manis melalui kisah orang lain.
Aku ingin mengingat ini kembali, dan menulisnya sebagai kenangan terakhir yang terpublikasi. Sebelum aku benar-benar lupa. Karena semua kenangan terpublikasi selama ini telah hilang.

Walaupun tidak secara langsung, tapi surat ini hanya ditujukan kepada satu orang.

Sejujurnya kini aku tak mengingat banyak tentang seseorang ini. Satu dua hal manis memang masih terekam diingatanku. Sisanya adalah rasa sakit yang mendorongku untuk bisa move on.

Langsung saja...
Sejarah pacaranku memang tak banyak, tapi aku pernah punya pengalaman dicintai dan mencintai yang seperti itu. Penuh kebahagiaan, penuh gairah dan drama.
Aku menyukainya sejak ia membantuku menyeberang jalan. Mungkin niatnya hanyalah 'membantu anak kecil menyeberang', tapi bagiku ini adalah 'berusaha mencuri hatiku'. Masa muda dan hal manis yang sederhana  bisa membuatmu berdebar. Kadang, debaran itu tidak hilang meskipun sekian tahun berlalu.

Hingga pertemuan-pertemuan selanjutnya, perhatiannya padaku semakin menjadi. Aku bukannya terlalu narsis, anak kecil sepertiku juga mengerti membedakan yang namanya perhatian biasa dan luar biasa. Dan dia melakukannya dengan luar biasa. Aaaa aku harus menahan rasa ini. Hold yourself ADP!!

Singkat cerita i have through this side love for about 2 years. So do Him.
Mengapa? karena aku yakin ia juga menyukaiku tapi tak pernah berani mengatakannya. Apalagi sejak aku berhubungan dengan orang yang ia kenal. Hubungan yang singkat. Hal ini membuatku sadar siapa orang yang begitu kuinginkan.

Dia harus kuberitahu, setidaknya perasaan yang sudah terpendam bertahun-tahun dan tak juga hilang ini harus mendapat sedikit perhatiannya. Lalu bak gayung bersambut, we live that situation. Saat aku memintanya menjadi bagian penting dalam hidupku dan ia menyetujuinya ditambah dengan persyaratan dan janji yang manis. Aku tak mengatakan ini hal thriller, tapi kenapa jantungku berdetak begitu keras saat berada didekatnya. I really did falling in love.

Setiap hari terasa baru adalah hal yang bisa menggambarkan hari-hariku bersamanya. Aku menyukai setiap bagian dirinya. Takaran yang diberikan Tuhan atas dirinya adalah benar-benar seleraku.
Dia selalu ada memberikan dukungan untukku. Selalu ada saat kubutuhkan. Dia memberiku kekuatan dan motivasi. Dia bertingkah konyol untukku. Memperhatikan dan menjagaku dengan diam. Aku sangat bersyukur dan menjadi orang yang paling bahagia.

Sembilan bulan berlalu. Kebahagiaanku selesai.
Sebenarnya aku tidak ingin berusaha mengingat akhir kisah ini karena perubahan mood bisa mengganggu konsentrasi menulisku. Tapi ini juga bagian yang menegangkan.

Kami mengakhirinya seolah hal ini sudah diprediksi. Aku bersiap untuk ini, dan dia juga bersiap.
Bedanya, aku tak pernah siap. Hal ini yang membuatku begitu terluka. Aku tak pernah bisa menjadikan kesiapannya sebagai motivasi. Aku bahagia jika ia bahagia. Tapi bahagianya tanpaku... Itu tak bisa kuterima.

Inikah akhirnya? Tentu saja tidak. Kami masih berhubungan dengan baik. Tak ada yang berubah kecuali status dan nama panggilan kami. Aku masih bisa mendengar suaranya dan menggenggam tangannya bila ingin sama seperti hari-hari kemarin. Hal ini berlanjut beberapa tahun kemudian.

Aku ingat ia membuat sebuah akun yang bisa kami akses. Akun ini terhubung ke segala hal di net. Bagi siapapun ini pasti hal biasa, bukan hal penting. Tapi bagiku akun itu adalah pembuktian. Semacam sertifikat atas keberadaanku. Akun ini tak bisa kuakses lagi beberapa bulan sebelum ia mengucapkan perpisahan. Ia mengganti sandi. Dan aku mengerti artinya.

Aku selalu berdoa agar kebahagiaanku tidak menghilang, agar ia juga tak hilang. Tapi Tuhan menjawabnya dengan cara yang sangat mengejutkan. "Kamu wanita kuat, kamu akan baik-baik saja", sepatah kata  perpisahan yang kuingat darinya. The hell, duniaku berputar seperti novel-novel cinta yang sering kubaca. Satu hari itu, dengan seluruh tubuh bergetar aku tertatih berusaha menghimpun semua kewarasanku.
Dalam hatiku ada bagian tempatku membangun kebahagiaan yang kusebut negeri perasaan. Seketika negeri perasaan ini luruh terporak-poranda. Diterjang bencana besar yang tak pernah diharapkan dan diantisipasi. Nyawaku terasa mati setengah. Kalian pasti sangat tahu perpisahan macam apa ini.

Waktu tetap berjalan. Siang hari aku beraktifitas seperti biasa dan malamnya aku menangis sejadi-jadinya, hingga esok, esoknya esok, kemudian esoknya lagi yang aku tak ingat berapa lama aku menangis. Rasa sedih ini tak pernah mencapai klimaks. Such a drama. Syukurlah ada teman-teman yang selalu menyemangatiku. Kualihkan pikiranku dengan berbagai kesibukan. Kutonton film-film tersedih agar aku merasa lebih baik. Kudengarkan segala jenis musik yang membuatku merasa baik. Sedikit demi sedikit aku berusaha move on.

Hingga beberapa tahun kemudian. Meskipun sudah hampir melupakannya, duniaku masih terasa hampa. Aku menjadi lebih dingin. Segalanya berjalan lambat dihidupku. Aku seperti mesin yang kehilangan bagian penting hingga tak berfungsi dengan baik. Padahal segala bentuk hal yang berhubungan dengannya telah kusingkirkan. Teman-temankupun mendukung dengan tak pernah mengungkitnya.

Ada satu hari dimana aku melihatnya lagi setelah beberapa waktu. Aku tak begitu ingat kronologisnya. Tapi ada aku dan dia di tempat itu. Kalau kupikir-pikir pasti hatiku sangat marah, sedih dan benci. Tapi aku mencoba seceria mungkin, senatural mungkin dihadapan yang lain. Selanjutnya aku tak ingat lagi. Kesan apa dan bagaimana...

0 komentar:

Posting Komentar